SEJARAH PEMERINTAHAN DI KOTA BOGOR

Kota
Bogor mempunyai sejarah yang panjang dalam Pemerintahan,mengingat sejak
zaman Kerajaan Pajajaran sesuai dengan bukti-bukti yang ada seperti
dari Prasasti Batu Tulis, nama-nama kampung seperti dikenal dengan nama
Lawanggintung, Lawang Saketeng, Jerokuta, Baranangsiang dan Leuwi
Sipatahunan diyakini bahwa Pakuan sebagai Ibukota Pajajaran terletak di
Kota Bogor.
Pakuan sebagai pusat Pemerintahan Pajajaran terkenal pada
pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baginda Maharaja) yang penobatanya
tepat pada tanggal 3 Juni 1482, yang selanjutnya hari tersebut dijadikan
hari jadi Bogor, karena sejak tahun 1973 telah ditetapkan oleh DPRD
Kabupaten dan Kota Bogor sebagai hari jadi Bogor dan selalu diperingati
setiap tahunnya sampai sekarang.
Sebagai akibat penyerbuan
tentara Banten ke Pakuan Pajajaran catatan mengenai Kota Pakuan tersebut
hilang, baru terungkap kembali setelah datangnya rombongan ekspidisi
orang-orang Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun
1687, dan mereka meneliti Prasasti Batutulis dan situs-situs lainya yang
meyakini bahwa di Bogorlah terletak pusat Pemerintahan Pakuan
Pajajaran.
Pada tahun 1745 Gubernur Jendral Hindia Belanda pada
waktu itu bernama Baron Van Inhoff membangun Istana Bogor, seiring
dengan pembangunan jalan Raya Daenless yang menghubungkan Batavia dengan
Bogor, sehingga keadaan Bogor mulai bekembang.
Pada masa
pendudukan Inggris yang menjadi Gubernur Jendralnya adalah Thomas
Rafless, beliau cukup berjasa dalam mengembangkan Kota Bogor, dimana
Istana Bogor direnofasi dan sebagian tanahnya dijadikan Kebun Raya
(Botanikal Garden), beliau juga memperkejakan seorang Planner yang
bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan yang
dikenal dengan Buitenzoorg.
Setelah Pemerintahan kembali kepada
Hindia Belanda pada tahun1903, terbit Undang-undang Desentralisasi yang
bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan
sistem administrasi pemerintahan modern sebagai realisasinya dibentuk
Staadsgemeente diantaranya adalah.
1. Gemeente Batavia ( S. 1903 No.204 )
2. Gemeente Meester Cornelis ( S. 1905 No.206 )
3. Gemeente Buitenzoorg ( S. 1905 No.208 )
4. Gemeente Bandoeng ( S. 1906 No.121 )
5. Gemeente Cirebon ( S. 1905 No.122 )
6. Gemeente Soekabumi ( S. 1914 No.310 )
(Regeringsalmanak Voor Nederlandsh Indie 1928 : 746-748)
Pembentukan
Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk Pribumi tetapi untuk
kepentingan orang-orang Belanda dan masyarakat Golongan Eropa dan yang
dipersamakan (yang menjadi Burgermeester dari Staatsgemeente Buitenzoorg
selalu orang-orang Belanda dan baru tahun 1940 diduduki oleh orang
Bumiputra yaitu Mr. Soebroto).
Pada tahun 1922 sebagai akibat
dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasiyang ada maka
terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie atau Undang-undang
perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda (Staatsblad 1922 No.
216), sehinga pada tahun 1992 terbentuklah Regentschaps Ordonantie
(Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi
Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).
Propinsi Jawa Barat dibentuk
pada tahun 1925 (Staatsblad 1924 No. 378 bij Propince West Java) yang
terdiri dari 5 keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja
(Staads Gemeente), dimana Buitenzoorg (Bogor) salah satu Staads Gemeente
di Propinsi Jawa Barat di bentuk berdasarkan (Staatsblad 1905 No. 208
jo. Staatsblad 1926 No. 368), dengan pripsip Desentralisasi Modern,
dimana kedudukan Bugermeester menjadi jelas.
Pada masa pendudukan
Jepang kedudukan pemerintahan di Kota Bogor menjadi lemah karena
pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di
Kota Bogor, pada masa ini nama-nama lembaga pemerintahan berubah
namanya yaitu: Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten/Regenschaps menjadi
ken, Kota/Staads Gemeente menjadi Si, Kewedanaan menjadi/Distrik
menjadi Gun, Kecamatan/Under Districk menjadi Soe dan desa menjadi Koe.
Pada
masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan RI
Pemerintahan di Kota Bogor namanya menjadi Kota Besar Bogor yang
dibentuk berdasarakan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950.
Selanjutnya
pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor,
sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1Tahun 1957, kemudian dengan
Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974
berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor.
Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor.
VISI DAN MISI
VISI KOTA BOGOR 2010 - 2014
"Kota Perdagangan dengan Sumber Daya Manusia Produktif dan Pelayanan Prima"
MISI KOTA BOGOR 2010 - 2014
1. Mengembangkan perekonomian masyarakat yang bertumpu pada kegiatan jasa perdagangan.
2. Mewujudkan kota yang bersih dengan sarana prasarana transportasi yang berkualitas.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan penekanan pada
penuntasan wajib belajar 12 tahun, serta peningkatan kesehatan dan
keterampilan masyarakat.
4. Peningkatan pelayanan publik dan partisipasi masyarakat.
Museum Etnobotani diresmikan pada tahun 1982 oleh
Prof. DR. BJ. Habibie. Didalamnya terdapat 2.000 artefak etnobotani dan
berbagai diorama pemanfaatan flora. Gagasan mendirikan museum ini
pertama kali dicetuskan pada tahun 1962 oleh Prof. Sarwono Prawiroharjo
(Alm.) yang pada saat itu adalah Ketua LIPI. Etnobotani berarti suatu
ilmu yang mempelajari pemanfaatan tumbuhan oleh suku atau bangsa
tertentu untuk kepentingan sehari-hari. Museum ini bertujuan untuk
melestarikan flora dan budaya Indonesia yang beragam serta sebagai
sarana informasi sekitar ruang lingkup etnobotani.
MUSIUM KOTA BOGOR
Koleksi museum antara lain terdiri dari alat-alat rumah tangga, bahan sandang, pangan dan obat-obatan tradisional,
macam-macam kerajinan, alat musik. Berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda no. 24 Telp. (0251) 322035.
Built in 1982 by Prof. Dr. BJ. Habibie. There are aorund 2.000
ethnobotany artifact and dioramas of plant utili zation in serving basic
necessity. Located on Jl. ir. H. Juanda no. 24 Bogor Phone. (0251)
322035).